Brexit dan “kebelum-mampuan saya”
Sepekan
terakhir sejak referendum warga Inggris memutuskan keluar dari uni Eropa, kita
dengan mudah menemukan dan mencerna berbagai pandangan tentang fenomena ini.
Mulai dari analisis serius sampai jokes yang mengaitkan dengan gagalnya
timnas Inggris di gelaran euro 2016 seperti mem-viral di media massa maupun
media sosial. Sayangnya sampai saat ini saya belum menemukan analisa komplit
(yang saya tunggu-tunggu) tentang fenomena Britain Exit atau Brexit dari
intelektual dan atau aktivis kita di indonesia dalam perspektif marxian dan
gerakan kiri. Saya (biasanya) akan mencari dari situs-situs seperti
Indoprogress, Rumahkiri dan Berdikari online.
Saya
tadinya berniat membikin sebuah esai pendek tentang Brexit ini. Paragraf di
atas adalah kalimat-kalimat pembuka dari esai yang saya rencanakan. Sepertinya
saya belum bisa lanjut menulisnya. Sambil browsing untuk membaca berita
dan ulasan, saya juga membuka laman facebook. Dan inilah sepertinya faktor yang
membuat saya berpikir satu hal.
Tadi
pagi ada lagi acara wisuda di baruga unhas. Betapa sudah banyak sarjana-sarjana
HI, master dan doktor dalam ilmu HI atau ilmu politik di Indonesia. Patutlah
kiranya kesyukuran bagi saya yang belum menyandang gelar itu. Apa pasal ?
Seorang intelektual punya tanggungjawab keilmuan untuk menjelaskan fenomena
sesuai bidang keahliannya. Anak HI ? Brexit ? ini skali mi. Sungguh
sayang, saat ini saya belum punya argumentasi yang mantap untuk dikemukakan. Masih
harus membaca lagi (dan diskusi). Membaca lagi. Membaca lagi.
30 Juni 2016.
[malam
ke-25 ramadhan]
Komentar
Posting Komentar
Terima kasih sudah berkunjung, berilah masukan yang positif :-)