Euro 2016 Tidak Semenarik Itu



 Apa betul kompetisi sepakbola antar-negara tidak se-populer kompetisi antar klub? Dan apa betul pecinta sepakbola lebih cinta dengan kompetisi klub ketimbang kompetisi antar tim nasional ? (cinta sepakbola? Wadaaw, pelarian kalii)
Setidaknya menurut pengamatan saya terhadap euforia Euro 2016 di Prancis dan Copa Amerika di...-saya tidak tahu dimana, para penggemar sepakbola biasa saja menanggapi gelaran yang lazimnya “akbar”, karena digelar hanya tiap empat tahun (kalau tidak salah). Maksud kata “biasa saja” tadi, adalah mula-mula saya tidak mendapati ada teman yang kecewa berat atau patah hati ketika tim jagoannya kalah. Bahkan hampir tidak ada orang yang saya temui yang sangat loyal terhadap satu timnas tertentu. Dalam bahasan ini, sejenak
mari bersepakat bahwa timnas kita Indonesia sangat payah, tena harapang (peringkat Timor Leste saja lebih di atas, 2016). Jadi memfavoritkan timnas tertentu sudah pasti tim-tim jago macam Inggris, Prancis, Spanyol, jerman, Argentina atau Albania (???).
Sehari-harinya, euforia di kompetisi antar klub biasanya diukur dari seberapa girang kita ketika klub favorit menang, seberapa hancur kita ketika klub favorit kalah, seberapa songong kita ketika pemain favorit cetak hattrick, seberapa lupa ingatan kita ketika pemain di klub favorit cetak gol bunuh diri lalu kalah, dan seterusnya. Ini baru dari segi psikologis. Nyatanya, kita, para pecinta sepakbola, sangat terpengaruh secara mental dan perilaku oleh kompetisi sepakbola sehari-hari (lagi-lagi, ini berlaku untuk kompetisi antar klub, tapi bukan tarkam). Orang bisa saling ledek seminggu hanya karena pertandingan sembilan puluh menit semalam.
Dari segi lain, buat para fans maka wajib nampaknya untuk koleksi jersey klub favorit. Ini sebagai bukti kecintaan, loyalitas, pengabdian bla bla bla kepada klub tercinta (#GGMU). Di segi ini, klub sepakbola meraup untung yang sangat dari “kenaifan” para penggemar sepakbola yang menggemari klub bola bukan dari kota atau negara ia tinggal.
Nah, bagaimana kadar euforia Euro ? “Tinggi, karena salat tarwih kami percepat atau bahkan tinggalkan untuk nonton Euro jam sembilan malam”, kata seseorang yang tak ingin disebutkan namanya. Brengsek memang, itu hanya karena ente memang kurang beriman bukan karena Euro sangat menarik. Toh matchday pertama Euro sedikit sekali gol yang tercipta.
Baiklah, dari segi pertama, saya mendapati orang-orang biasa saja terhadap hasil pertandingan. Sejauh ini timnas Inggris tampil di bawah ekspektasi, Spanyol akhirnya kalah di Euro lagi sejak 2004, Portugal (dengan CR7-nya) tidak pernah menang, Prancis dan Jerman yaa tidak bagus-bagus amat, tidak pernah menang besar. Trus, mana umpatan-umpatan yang selama ini kita pegang teguh sebagai bahasa universal sepakbola kita kawan-kawan? Hehehe (mungkin karena lagi bulan ramadan). Atau mana kehebohan mendadak ketika Wales lolos ke knock-out sama ketika Leicester City juara liga ? Tidak ada (padahal baru kali ini Wales tampil di Euro). Adem-adem saja. Santai-santai saja.
Dari segi artifisial (ciee artifisial), sepengamatan saya jersey-jersey timnas yang berlaga di Euro tidak (atau kurang) bertebaran di tengah-tengah masyarakat. Malah saya pergi tarwih masih ada yang pake baju bertuliskan Manchester United. Mana penghormatannya untuk ajang Euro ? (atau memang lagi tidak ada uang untuk beli).
Setidaknya dari dua indikator tersebut, Saya berkesimpulan sementara bahwa Euro samasekali tidak menandingi popularitas kompetisi antar klub seperti Liga Inggris, La Liga Spanyol atau Liga Champions eropa. Setuju ? Dan menurut analisa saya (ciee analisah, apatong), ini semua tidak kebetulan. Ada konstruksi sosial di baliknya. Maksud saya, betapa tidak, liga-liga domestik level klub itu tayang setiap minggu. Belum lagi ditambah pertandingan tengah pekan di liga champions dan liga eropa. Jadi intensitas itulah yang secara terus-menerus membangun kecintaan kita terhadap klub sepakbola dan kompetisi antar klub bola ketimbang timnas dan kompetisi antar-timnas macam Euro dan Copa ini. Oh iya, saya sama sekali tidak greget nonton Copa Amerika, begitupun dengan beberapa orang yang saya kenal. Mau tahu kenyataannya? Brasil yang sepanjang sejarah adalah timnas tersukses di level internasional dengan lima gelar piala dunia sudah out sejak group stage. Who cares? Nobody cares. Adem-adem saja. Sudah cukup terbukti kan bahwa kompetisi antar-negara ini, jauh di dasar lubuk hati pecinta bola, adalah membosankan. Mereka hanya pura-pura excited (cocokmi excited?).
Kita cinta terhadap hal-hal yang bisa setiap hari kita saksikan, kita obrolkan, kita dengar, kita peluk, eh. Nah, seperti yang anda lihat, tulisan ini sama sekali tidak berguna untuk meningkatkan keimanan anda terkhusus di ramadan ini. Hehehe, maklum niat saya mencoba menulis ini adalah berusaha menulis a la-a la tulisan di mojok dot co. Yang mana itu sepertinya gagal total. Salam! Selamat berpuasa J
(23 Juni 2016)

Komentar

Postingan Populer