Bagaimana Mahasiswa Harus Memperingati Hari Buruh ?


(rencananya mau terbit di laman web Kema Fisip Unhas, tapi hingga kini laman web nya tidak jadi jadi, yaa ini terbit pertama kali, saat ditulis lagi momentum hari buruh dan hari pendidikan nasional, anyway....everyday is mayday)

I
            Mari kita memulai dari konsep yang di dalamnya menjelaskan tentang tatanan masyarakat dalam sistem kapitalisme. Ya, konsep tentang kelas yang di abad ke 19 sudah diterangkan Marx (bersama Engels). Sebelum bicara kelas, saya pikir kita akan lebih enak mencerna apa itu konsep status sosial ketimbang konsep kelas itu sendiri. Pasalnya kita memang sudah akrab dengan istilah yang satu ini. Dalam mata pelajaran Ilmu pengetahuan sosial sejak sekolah dasar kita diperkenalkan status-status sosial dalam masyarakat. Misalnya status sosial yang diperoleh dalam pendidikan: sarjana, doktor, profesor. Status sosial dari segi kekayaan : bangsawan, golongan menengah, orang miskin. Dan seterusnya dan sebagainya. Semua penggolongan masyarakat dalam status sosial ini adalah bersifat subjektif, akibat dari ia tidak berangkat dari hal materil yang objektif. Lalu apakah hal materil yang objektif itu.
            Mula-mula kita dapat bertanya, apakah yang menjadi syarat adanya masyarakat? Apakah yang memungkinkan ada sekawanan politikus, sekawanan sarjana, atau jomblo-jomblo di seantero jagat. Jawabnya adalah harus ada proses produksi. Orang-orang dapat berada dan mengada jika dan hanya jika ia makan. Masyarakat tidak bisa hidup kalau hanya mengkonsumsi lukisan, puisi atau lagu-laguan. Maka proses memenuhi kebutuhan hidup manusia-manusia inilah yang dimaknai sebagai proses produksi. Melalui kerja produktif, manusia mengubah alam sekitarnya menjadi sarana penghidupannya. Proses produksi adalah syarat materil objektif keberadaaan masyarakat.
            Dalam proses produksi tersebut, muncullah suatu hubungan produksi. Hubungan produksi dalam tubuh sistem kapitalisme inilah yang diungkap Marx melalui konsep kelas. Kapitalisme, Marx artikan sebagai suatu corak produksi yang ditopang oleh relasi kerja upahan. Maka, hubungan produksi yang mengemuka tak lain adalah hubungan kerja upahan antara segolongan orang yang menguasai faktor-faktor produksi (modal, tanah, mesin, pabrik) dan segolongan yang hanya punya tenaga kerjanya untuk dijual. Dari sini kemudian muncul kelas sosial yang saling berhadap-hadapan yaitu kelas kapitalis dan kelas proletar. Yang menentukan kelas seseorang dengan demikian adalah apakah ia menguasai faktor produksi atau tidak.
            Penggolongan kelas dalam masyarakat yang berangkat dari hubungan produksi karenanya menurut Marx adalah cara melihat masyarakat yang objektif. Sejarah manusia adalah sejarah perjuangan kelas demikian kata Marx dalam Manifesto. Kelas-kelas sosial inilah yang berkontradiksi satu sama lain dan tiada putusnya hingga sampai pada perombakan yang revolusioner terhadap tatanan masyarakat. Dalam kapitalisme awal, apalagi sudah lanjut, memang ada golongan masyarakat lain semisal buruh tani dan pedagang kecil, namun relasi pokok yang paling utama adalah relasi kapitalis dan proletar. Kelas proletar yang dihisap oleh kelas kapitalis ini yang kita asosiasikan sebagai buruh.
II
            Mari sejenak kita mengingat-ingat materi ceramah yang disampaikan senior ketika kita baru saja masuk kampus dan kenal lembaga mahasiswa. Hal yang lumrah diperdengarkan di antaranya adalah bahwa, mahasiswa, adalah agent of change, social control dan moral force. Kosa kata ini terus direpetisi dan menimbulkan efek heroik dalam diri mahasiwa-mahasiswa baru ini, apalagi kalau sambil dipertontonkan video aksi mahasiswa 1998 “menumbangkan orde baru”.
            Kita akan mengajukan pertanyaan, bagaimana posisi mahasiswa dalam mengawal perubahan sosial-politik ? Apakah betul ia memang sungguh-sungguh adalah agen perubahan yang punya kuasa dalam kontrol sosial dan gerakan moral. Pertanyaan ini mula-mula adalah kritik konseptual terhadap kesalahpahaman umum yang saat ini tidak atau belum disadari.
            Sekilas perasaan heroik mahasiswa akan kapabilitasnya bukanlah suatu masalah berarti. Bahkan ideal-ideal yang diperdengarkan tersebut diklaim sebagai pegangan mahasiswa dalam melibatkan diri di dunia pergerakan dan advokasi. Namun lebih jauh sungguh konsekuensi yang ditimbulkan, pada titik terjauhnya, adalah pemahaman yang keliru dalam memahami kenyataan sosial.
Kenyataan sosial yang disalahpahami adalah, mahasiswa merupakan agen paling utama dalam mendorong perubahan sosial. Sambil mengklaim diri sebagai golongan masyarakat tertentu yang menguasai ilmu pengetahuan, ia mengemban amanah adiluhung untuk melancarkan kritik ke tubuh struktur politik. Lantas melihat sejarah gerakan mahasiswa hingga kini, mudah untuk dikata bahwa ia telah dilemahkan dari segala sisi.
Gerakan mahasiswa (lembaga mahasiswa) harus menempatkan diri dalam gerakan rakyat yang yang lebih luas. Kontradiksi pokok dalam masyarakat sesungguhnya adalah kontradiksi kelas. Tidak berlebihan jika Marx-Engels dalam Manifesto Komunis mengartikulasikan berulang-ulang proletariat adalah kelas yang paling revolusioner. Apakah mahasiswa-mahasiswa termasuk dalam kelas proletariat ini ?
“Mahasiswa” sesungguhnya adalah salah satu dari ragam status sosial, dan bukan kelas sosial. Maka apabila mau dinilai orang per orang, maka mesti dikembalikan pada dimana posisinya dalam hubungan produksi kapitalis. Namun demikian dapat diasumsikan bahwa para mahasiswa adalah individu-individu yang sedang mempersiapkan (atau dipersiapkan) untuk masuk dalam relasi kerja, dan posisinya hampir pasti adalah pekerja (buruh).
Akan lebih mudah dijawab bahwa mahasiswa dan gerakan mahasiswa seharusnya berjalan mewakili kepentingan kelas buruh (proletar). Hal inilah yang banyak kabur dalam pergerakan dan advokasi. Mahasiswa hanya hirau pada isu-isu intra-kampus, singkatnya isu-isu pendidikan. Isu-isu masyarakat luas sifatnya sekunder. Mahasiswa tidak militan turun di hari buruh, dan fasih berteriak pada hari pendidikan nasional. Lantas apa artinya gerakan rakyat, jika sudah sejak konsep gerakan dan advokasi ada fragmentasi. Kita tentu butuh mendiskusikan hal ini lebih lanjut. Selamat hari buruh, selamat hari pendidikan nasional. Mari mendiskusikannya !

Makassar, 03 Mei 2016

Komentar

Postingan Populer