Keseruan Lagi Setelah Lima Tahun




Malam ini sudah malam ke-30 bulan puasa tahun ini. Sejak sore saya dan belasan kawan sekelas semasa SMA dulu janjian untuk ketemu dan buka puasa bersama. Maka saya sejak sore sudah meluncur ke rumah teman yang dulu biasa kami sambangi untuk kumpul, ngobrol atau juga bermain keyboard (meskipun di antara kami hanya dia -Warits- yang jago memainkannya. Tak sempat lama tangan saya memencet-mencet papan keyboard, saya dan Warits lantas ke lokasi ngumpul, rumahnya Arni dan Dian. Mereka kakak beradik yang rumahnya dahulu sudah seperti basecamp bagi anak-anak IPA1 untuk kumpul dan kerja tugas.
Saya tidak menyangka pertemuan kami dihadiri lumayan banyak orang. Seperti biasa, pertemuan ini berisi candaan-candaan khas kami, dan ini berlangsung sepanjang sore hingga malam, bahkan sampai waktu sahur.
Setelah sempat mendatangi lokasi rumah makan untuk “bukber”, yang pada akhirnya tidak jadi juga karena si pemilik rumah makan sudah kehabisan menu untuk dipesan, entah siapa yang punya ide kami tiba-tiba meluncur ke lokasi yang kemudian saya tahu bernama “hutan mangrove”. Lokasinya terletak di matalalang, sekitar tiga kilometer dari Benteng. Dengan mengendarai sepeda motor dan baku boceng-boncengan, tibalah kami di lokasi yang ternyata punya view yang cukup menarik untuk selfie, hehehe.

Tak pelak lagi jepretan-jepretan untuk mengabadikan momen ini segera dilangsungkan. Dengan latar sunset, pantai yang sedang surut airnya, dan hutan mangrove sekaligus di sisi yang lain, menghasilkan suasana yang unik. Saya dan beberapa kawan memang baru pertama kali datang ke tempat ini. Ketika maghrib tiba, lantas kami meneguk teh kotak dan camilan yang sebelumnya sudah dibeli di pinggir jalan. Setelah itu kami kembali Benteng untuk sholat maghrib sambil menunggu kawan lain yang baru mau menyusul.
Rencana selanjutnya, yang merupakan rencana utama, adalah pergi menyantap “makanan berat” supaya acara “bukber”-nya benar-benar sah. Kami meluncur ke salah satu tempat makan favorit di benteng (mungkin), warung semarang solid. Sambil tetap mengobrol dan bercanda, terutama membujuk-bujuk beberapa di antara kami untuk mentraktir. Pasalnya mereka sudah bekerja atau berpenghasilan, jadi yah lumrah kami “mendesak” untuk ditraktir.
Setelah makan, tanpa seperkiraan saya sebelumnya, acara belum bubar. Salah satu kawan mengajak kami lanjut ngumpul di tempat yang ia sebut “DKC” yang cek per cek artinya “depan kantor camat. Tempatnya memang cukup oke untuk ngobrol ditemani jus atau kopi, tidak terang, dan aroma kota benteng yang memang tidak meriah sangat terasa. Tempat ini juga dulunya sering saya dan beberapa kawan singgahi hanya untuk sekedar nongkrong tidak jelas dan tidak produktif, wkwkwkw. Ternyata sudah ada yang memanfaatkan ini untuk membuat cafe di sekitar sini.
Sekitar pukul setengah sebelas malam baru kami para lelaki mengantar cewek-cewek pulang kerumahnya masing-masing. Beberapa di antara kami, lelaki tentunya, masih belum ingin pulang dan lanjut ke rumahnya Warits. Di sana kami main keyboard (lagi), main kartu dan menyantap kue. Oh iya saya baru ingat, ternyata kami semua melewatkan sholat tarwih di masjid padahal ini malam terakhir tarwih di malam ini. Astagfirullah.
Masih ada. Sahur, yang tinggal saya dan tiga kawan lain, kami lakukan di rumah Mansyur teman saya yang mengajak kami karena katanya rumahnya sedang banyak daging. Sampai di sana, memang betul di depan rumahnya banyak sekali daging kerbau-atau mungkin sapi- sedang “dieksekusi”. Sekitar jam empat pagi saya baru tiba di rumah kembali.
Sungguh malam yang berbeda dari malam-malam biasanya. Pertama tentu karna sepanjang malam ini saya habiskan bersama teman-teman sekelas masa SMA dulu. Tak begitu terasa, kami lulus SMA sudah lima tahun yang lalu. Lima tahun.
Entah kenapa, kadang saya seolah-olah merasa lebih junior di antara mereka. Mungkin karena saya masih berstatus mahasiswa yang kebanyakan teman saya sudah lulus sarjana, akademi atau sudah bekerja. Sebagai catatan, sepanjang sore-malam ini saya tidak mengeluarkan rupiah sepeser pun. Semua biaya makan-minum kami ditraktir oleh kawan-kawan yang sudah berpenghasilan tadi. Alhamdulillah, berkah ramadhan hahaha.
Meski belum berstatus sarjana, saya tidak malu sedikit pun. Tidak juga resah, tertekan atau bersedih hati. Selain karena meski lulus SMA 2011 dan jadi mahasiswa HI pada 2012 karena pindah dari MIPA, saya rasa juga “kondisi belum lulus” memang adalah pilihan sadar saya. Untuk berproses di kampus dengan segala kegiatan organisasi sebagian besarnya, waktu empat atau lima tahun ini agaknya terasa belum cukup untuk membentuk karakter saya yang betul-betul tangguh, mandiri, berkapasitas secara keilmuan, dewasa dan.....pokoknya “MARITIM” ala Unhas lah. Hahahah. Seorang kawan pernah bilang bahwa “lulus di waktu yang tepat lebih baik ketimbang lulus tepat waktu”. Tantangan di dunia luar kampus, dalam artian untuk mandiri dari orang tua, berpenghasilan, dan bermimpi untuk kerja dan lalu berkeluarga bukan hal yang mudah. Apalagi tatanan dunia sekarang kacau oleh supremasi modal. Yup. Mencari kerja untuk lulusan ilmu sosial agaknya relatif lebih susah. Sudahlah, perihal kapitalisme, industri, pengangguran biarlah dijelaskan di tempat atau tulisan lain. Eeaaa.
Saya cukup senang dengan pengalaman kali ini bersama kawan SMA dulu. Seru, kembali bernostalgia atau juga saling melihat seperti apa kami sekarang. Yang ketika kami berkomunikasi satu sama lain, nampaknya tidak beda jauh dari gaya kami masing-masing lima tahun lalu. Tidak ada gap emosional yang jauh. Lima tahun lalu rasanya begitu singkat. Sepanjang menyusuri jalan pulang dinihari tadi, yang biasanya saya sering lakukan ketika masih SMA kalau pulang dari rumah teman atau dimanapun semalam kami ngumpul, terlihat sudah banyak bangunan baru di pinggir jalanan yang berdiri dan membuat perjalanan pulang saya sedikit tidak biasa dengan pemandangan baru tersebut tersebut. Hal ini sepertinya memperingatkan saya bahwa lima tahun ini sebenarnya bukan waktu yang singkat.
Terima kasih untuk kawan-kawan exact one untuk pengalaman yang seru hari ini :
Warits dan Mansur sang pelaut lulusan Politeknik ilmu Pelayaran Makassar, Fuad sarjana teknik, Iqbal Pak Polisi, Arnol calon dokter, Zul sang saintis yang selalu kocak, Fahri pegawai bandara, Sawir lulusan Tadulako Palu, Arni dan Dian lulusan UNM yang tetap ramah, Esty calon dokter hewan, Rini lulusan UMI, Echa dan Risma lulusan Unhas se-almamater dgn saya, Astri teman sekelas sejak SMP dan skrg di UMI (UMI kalo nda salah hehehe maaf agak lupa). Terima kasih pula untuk traktirannya ; Mansur, Iqbal dan Fahri. Semoga kita sehat-sehat dan masih bisa kumpul lagi. Aamiin.
 

[Malam 30 ramadhan, 4 Juli 2016]

Komentar

Postingan Populer