Sepasang Jalan-jalan Singkat
Sepasang Jalan-jalan Singkat
Dalam
tiga kali 24 jam terakhir, saya menghabiskan lebih banyak waktu bersama
teman-teman lama (teman sejak SMA), meskipun kali ini beberapa dari
mereka ada yang tidak pulang kampung. Memang karena masih dalam suasana
lebaran, kebiasaan dan tradisi muslim untuk halal bi halal dan
bersilaturahmi rumah ke rumah menjadi senang untuk tetap kami jaga.
Keleluasaan berkumpul dengan teman-teman lama ini pula yang menjadi
salah satu kesyukuran saya ketika berada di Benteng, kampung halaman.
Di
momen lebaran kali ini, rasanya tidak begitu banyak yang berubah dari
cara kami berteman. Yah, begitu (saja)lah saya menyebutnya. Tempat ngumpul pertama masih sama; Rumah Arni dan Dian bersaudara, “basecamp”
kami dulu biasa menyebutnya. Ejekan-ejekan yang masih tidak bosan untuk
dilontarkan; Sawir, teman kami yang satu ini memang berbadan tipe kelas
berat. Maaf Sawir (Gambar kelak akan mengafirmasi bahwa saya tidak
melebih-lebihkan, hahaha).
“Kebutuhan” untuk berfoto dan mengabadikan momen bersama tidak sanggup kami (mereka saja sih, saya santai aja)
lewatkan. Karenanya kami menyambangi beberapa tempat untuk jalan-jalan
(cie jalan-jalaan). Selain itu, berfoto di tempat-tempat tadi juga bisa
menambah koleksi item untuk diunggah ke media sosial, yang pasti harus instagramable laah, hahaha.
Tempat
pertama yang kami kunjungi adalah suatu lokasi yang berjarak kira-kira
10 km di selatan kota Benteng, orang-orang menyebutnya Norsya (nama
berasal dari pemilik resort). Sebenarnya ini adalah suatu “pelarian”
dari batalnya kami mengunjungi rumah teman di kampung. Saya bersama enam
teman (jadi total tujuh) meluncur kesana dengan mobil yang saya
kemudikan meskipun dengan belum terlalu handal. Jadi meskipun
bersesak-desakan di dalam mobil (karna mobilnya sebenarnya hanya ideal
dengan kapasitas empat sampai lima orang). Tapi apalah arti yang ideal, di era neolib sudah kaffah kita mungkin harus lebih utamakan kemungkinan-kemungkinan yang realistis, hahaha(?).
Sesampainya di sana, sebenarnya kami tidak dalam timing
yang bagus. Matahari masih di atas kepala kalau mau berenang. Lagipula,
tidak ada samasekali yang menyiapkan pakaian ganti. Alhasil, pori-pori
kulit ini sangat tergoda segarnya biru laut, berenang berakhir jadi opsi
yang sulit. Kalau kunjungan ini adalah item kegiatan himpunan,
kira-kira evaluasinya adalah pada perencanaan yang tidak matang, item
ini hanyalah langkah taktis dan kurang diseriusi, follow-upnya
pun setengah-setengah, lalu pelibatan anggota yang tidak maksimal, eh.
Hahaha. Praktis, yang kami bisa lakukan bisa ditebak ; berfoto (dengan
berbagai macam sudut pengambilan kamera).
Singkat cerita…
Sehari
setelahnya, saya dan teman-teman meniatkan kembali untuk menunaikan
ibadah silaturahmi ke rumah teman di kampung tersebut, rencana yang
batal sehari sebelumnya. Kali ini, agenda ini terealisasi, meskipun ada
beberapa masalah koordinasi di sana-sini, wkwkwk.
Kampung tersebut bernama Dallemambua kecamatan Bontomanai (kalau tidak
salah). Rumah yang kami tuju adalah rumah Ryan Andhika, nama teman kami
itu. Dengan pelibatan anggota yang cukup banyak dibanding agenda
sebelumnya (padahal publikasi kegiatan samasekali tidak masif, hanya
ajakan personal via WA dan LINE), kami dengan motor masing-masing melaju
melalui jalan menanjak. Berhubung motor yamaha soul yang saya kendarai sudah tidak prima seperti dahulu kala, si sule (nama yang saya beri untuknya) kepayahan menanjaki jalan yang berliku lagi berbatu. Ihh, kok mirip kisah cinta teman angkatan saya yah.
Sejuknya
udara adalah penyambut pertama di lokasi ini, sebagaimana yang terjadi
di tempat-tempat dataran tinggi dimanapun di daerah tropis. Perjalanan
sekitar 20 menit kami tempuh untuk tiba di rumah Ryan. Setelah
dihidangkan teh hangat (sangat relevan dengan kondisi sejuk pedesaaan)
dan kue tentunya, mengobrol, satu-dua jepretan, kami disarankan untuk
menyempatkan ke suatu tempat yang orang sana menyebutnya “pusera”, entah
apa arti nama tersebut. Tapi, yang pasti pemandangan dari atas sana
memang sangat menenangkan. Hijau dan lebatnya pepohonan, langit yang
cerah, lautan yang luas ke arah barat-utara (saya tidak begitu yakin
dengan mata angin) dapat menenangkan pikiran sejenak dari peliknya
kapitalisme. Kami harus menempuh perjalanan kira-kira setengah jam lagi,
dengan medan yang cukup menantang. Entah setuju atau tidak, saya rasa
orang tidak perlu berfoto terlalu banyak ketika mengunjungi
tempat-tempat indah seperti ini. Cukup dua atau tiga jepretan dengan
pose badan berbeda, hahaha. Sisanya view yang keren seperti ini harusnya dinikmati saja seperti seharusnya. Dipandangi sampai puas.
Kami
bergegas pulang untuk mengantisipasi maghrib tiba sebelum kami di rumah
masing-masing. Namun, kami masih sempat singgah di rumah Ryan untuk
solat ashar dan minum seteguk sirup untuk melepas dahaga selama
perjalanan. Saya dan yang lainnya tiba di rumah masing-masing sebelum
maghrib, dengan selamat.
.
.
29 Juni 2017, Dini hari (diiringi lantunan lagu Ed Sheeran)
-sambil menyaksikan Claudio Bravo menggagalkan tiga penalti pemain Portugal di semifinal Piala Konfederasi-
Komentar
Posting Komentar
Terima kasih sudah berkunjung, berilah masukan yang positif :-)