Catatan singkat perjalanan ke Urban Social Forum di Semarang
Saya
bukan anak muda yang sudah sering bepergian ke luar kota, apalagi dalam jarak
yang jauh. Satu-satunya pengalaman lintas pulau yang saya alami adalah
perjalanan selayar-makassar, yang melalui selat selayar. Selebihnya, perjalanan
saya hanya berkunjung ke beberapa kabupaten di Sulawesi Selatan. Akhir tahun
ini, saya (berkat dukungan materil dari orangtua) bisa bepergian ke Semarang.
Bukan jalan-jalan biasa, perjalanan kali ini dalam rangka menjadi partisipan di
Urban Social Forum (selanjutnya
disingkat USF) yang keempat, di Semarang ibukota provinsi Jawa Tengah.
Mulanya,
saya disarankan ikut kegiatan ini dari seorang senior saat ngobrol-ngobrol soal
topik penelitian skripsi yang rencananya saya akan ajukan. Berhubung topik tersebut
(tentang gerakan “right to the city”) menjadi salah satu bahasan dalam USF,
maka saya pikir sayang sekali untuk melewatkannya, apalagi bisa-bisa jalan-jalan
bermuatan ideologis ke Semarang pasti bakal menyenangkan. Yang terakhir ini
sebenarnya jadi motivasi lebih kuat. Hehehe.
USF
bakal digelar di Smansa Semarang tepat 3 Desember 2016. Maka, beberapa hari
sebelum hari itu, saya spontan mengajak teman untuk pergi bersama. Saya
berpikir perjalanannya akan kurang seru jika hanya dilalui seorang diri. Teman
yang beruntung itu adalah Echa, mantan ketua himpunan periode lalu. Pada ajakan
pertama, dia langsung tertarik. Sepertinya dia juga termotivasi untuk
jalan-jalan ke Semarang berkedok USF.
Banyak
hal-hal yang menarik, lucu dan berkesan dalam perjalanan kami, tapi sepertinya
saya tidak akan menceritakan terlalu rinci.
Singkat
cerita, setelah sempat transit empat jam di Surabaya (dan menghabiskan seratus
ribu hanya untuk dua porsi makan dan ngopi), tibalah kami di bandara Ahmad yani
Semarang. Saat itu cuaca tak begitu cerah, tak juga hujan. Kami menunggu mobil
(go-car) untuk menjemput dan mengantar kami langsung ke hotel (cie hotel). Nama
hotelnya Simpang Lima Residence, sudah dipesan sebelumnya oleh bapaknya Echa.
Lokasinya strategis di pusat kota dan juga dekat dengan lokasi gelaran USF.
Ya
namanya hotel, tujuh belas lipat kali nyamannya dengan kos-kosan. Kasurnya
empuk, ber-AC, kamar mandi yahud. Di sisi lain, bisa tidur-tiduran gaya borjuis
sebenarnya menyisakan perasaan seakan-akan menanggalkan solidaritas pada kaum
tertindas. Mengapa? Biaya tidur semalam setara dengan upah buruh kasar bekerja
sepekan. Wadaaw. Tapi tak mengapa,
sekali-sekali saja. Hahaha. Karna lelah, kami cepat tidur di malam pertama di
Semarang. Namun sebelum itu, bahkan sebelum keberangkatan, saya dan Echa sudah
menyusun action plan kecil-kecilan
selama tiga hari ini.
Esoknya,
usai mandi dan breakfast, kami segera
menjalankan misi pertama : Jalan-jalan. Ya, literally
kami berjalan-jalan. Tak apa, Semarang cukup ramah pejalan kaki ketimbang
di Makassar. Destinasi pertama kami adalah Undip. Sayangnya sesampainya di
lokasi, kampusnya tidak semegah yang kami kira. Masi lebih bagusji tamsos. Mungkin di kampus ini saja yang
suasananya tidak asik. Segera bosan di kampus Undip, dengan bantuan gugel maps,
kami menuju taman mentri supeno, sekaligus melihat gerbang Smansa semarang,
lokasi USF besok. Lanjut, jalan kaki yang ternyata melelahkan ini kami teruskan
menelusuri jalanan raya pusat kota semarang sampai, entah kenapa, kami sampai
kembali ke depan hotel. Masih lama sampai waktu solat jumat, kami tetap
memutuskan langsung pergi ke masjid agung jawa tengah via go-car lagi. Halaman
masjidnya sungguh luas, sampai-sampai bisa bikin lapangan futsal mungkin
belasan.
Sehabis
solat jumat, tak kami lewatkan naik ke menara masjid. Dari atas kami bisa
menyaksikan rona wajah kota semarang yang padat pemukiman dan gedung-gedung. Di
menara ini juga ada museum yang menyimpan jejak cerita islam di sini.
Inilah
menu utama hari ini : ikut Walking Tour
bersama pegiat komunitas setempat. Bersama dengan beberapa anak muda lain, kami
digiring berkeliling sudut-sudut pusat kota yang ternyata punya sejarah,
budaya, dan arsitektur. Pemandu dengan sigap menjelaskan satu-persatu objek
bersejarah yang kami lalui. Satu-satunya orang yang saya ajak berkenalan selama
tur adalah seorang gadis manis, namanya kalo tidak salah Farissa (agak lupa).
Echa tak pernah melewatkan jepretan-jepretan selama berkeliling. Sempat juga
kami makan di warung yang terletak di perumahan susun. Harganya sangat
bersahabat, dibanding makan di bandara. Hahaha. Perjalanan belum tuntas, saya
dan Echa memutuskan membubarkan diri dari kawanan Walking Tour, selain karena
sudah magrib, kami juga sudah kelelahan berjalan, sejak pagi.
Hari
yang melelahkan, tidur pun sangat nyenyak. Besok adalah hari-H nya.
Pagi-pagi,
tanpa membuang terlalu banyak waktu, setelah mandi, sarapan, dan berpakaian
tentunya, heheh, kami langsung menuju lokasi. Jalan kaki. Sesampainya di
Smansa, seperti orang-orang lain saya dan Echa terlebih dulu ke meja registrasi
mengambil id card. Di sampingnya, kami tak sanggup melewatkan kaos dan totebag
bertuliskan :”urban social forum”. Kami pikir inilah oleh-oleh utama sepulang
ke Makassar yang bisa dipamer, hahaha (selain pengalaman dan pengetahuan
tentunya).
Sesi
pembukaan dimulai beberapa menit molor dari jadwal di matriks acara. Dibuka
oleh penampilan drama musikal dari kawan-kawan difabel yang menyentuh, acara
berlanjut ke sesi plenary I diisi oleh beberapa pembicara yang mempresentasikan
soal isu-isu utama perkotaan dengan meyakinkan.
Pasca
plenary I, semua orang diarahan menuju
panel di kelas-kelas yang sudah ditentukan. Sebelum masuk, kami berjumpa dengan
Kak Bob (senior HI angkatan 2000) sekeluarga yang memang juga hadir di USF.
Bahkan Kak Bob mengisi salahsatu panel di sesi III yang dikelola oleh
Tanahindie. Itu berarti kami juga bertemu dengan kak Jimpe (senior HI angkatan
94 kalo tidak salah). Karna agak lama tinggal ngobrol juga berfoto, saya dan
kak Bob yang masuk ke panel yang sama, harus rela berdiri di belakang karena
kursi sudah penuh oleh peserta. Tak apa, sehabis sesi ini saya menjumpai Sekjen dari
The global platform for the right to the
city Mr. Nelson Saule Jr (yang tadinya mengisi sesi ini) dan saya diberi
flashdisk berisi data-data tentang platform-nya. Alhamdulillah, rejeki anak
sabar.
Acara
USF seharian berlangsung padat, melelahkan, namun kaya akan pengetahuan yang
berseliweran dimana-mana ; dalam kelas maupun di booth organisasi/komunitas. Banyak
topic yang menjadi bahan diskusi ; Hak katas kota, reklamasi, smart city, seni dan narasi tentang
kota, dan seterusnya.Keseluruhannya tersusun dalam kerangka isu pembangunan dan
masalah-masalah urban.
Diselenggarakan
secara partisipatif, terkesan ciamik, keren dan membuat kami merasa sudah
seperti aktivis perkotaan hanya karna tergabung dengan ratusan orang di USF
ini. Dalam hati, ingin rasanya ikut lagi di helatan berikutnya. Setahu kami,
tidak banyak peserta yang datang dari luar jawa, mungkin hanya saya dan Echa “rela”
datang ke USF dari Makassar.
Setelah
berakhirnya sesi panel dan plenary penutup, kami memutuskan pulang dan tidak
ikut di sesi art and performance.
Setelah sempat mencicipi rasanya tahu gimbal, kami berjalan pulang dengan rasa
puas. Pertandingan liga inggris dan timnas pun menjadi sajian penutup malam
itu. Mission completed.
Mumpung
di Semarang, esoknya kami menyempatkan diri menyambangi kawasan kota lama yang
terkenal itu. Menyaksikan bangunan-bangunan tua yang kami yakini menyimpan
kisahnya masing-masing. Berfoto. Mengunjungi Lawang Sewu. Berfoto. Berpuas
diri. Lelah. Hehehe.
Sebelum
ke bandara, kami tak lupa mencari toko oleh-oleh untuk buah tangan ke Makassar.
Sunggguh perjalanan yang berkesan. The
royal trip bede. Semoga lain kali bisa lagi berkunjung ke kegiatan-kegiatan
keren, menambah wawasan, jaringan, pengalaman hidup. Terima kasih buat Echa sudah menemani :)
Harrah's Cherokee Casino & Hotel - Mapyro
BalasHapusFind Harrah's 안양 출장안마 Cherokee Casino & Hotel - 안양 출장안마 Smoky Mountains National Park, North 부천 출장안마 Carolina, United 파주 출장샵 States 강릉 출장마사지 - maps, phone numbers, 777 Casino Drive, Cherokee, NC 28719.