5 Alasan Untuk Tidak memilih Seorang Marxis Sebagai Pasangan Hidup
Sebagai
seorang newbie dalam dunia blogging, termasuk juga dalam
menggunakan Medium sebagai platform blog, saya sudah mempelajari bahwa pada
hakekatnya blog diisi dengan tulisan-tulisan ringan yang enak untuk dicerna. Dan,
cobalah untuk menghindari publikasi karya akademik dalam blog pribadi. Selain yang
demikian itu bukanlah bacaan ringan, karya akademik anda mungkin akan membuat
kesal para blogger yang sekedar mencari cerita-cerita kehidupan sehari-hari, eh
malah nemu tesis-tesis yang butuh searching sana-sini untuk mengerti
diksinya. Jangan sekali-kali mempublikasikan skripsi, artikel jurnal, atau
proposal penelitian dalam media blog. Jangan, tolong! Para blogger hanya butuh
sedikit taste of humor di sini dari
penatnya lika-liku kehidupan (bagi yang tidak setuju, saya tidak peduli).
Baiklah,
saya sudahi omong kosong di atas. Kali ini saya akan mengajukan argumentasi
yang lumayan serius. Dalam dunia kampus sehari-hari, mereka yang ngomong sana
sini tentang Marx, Althusser, atau Freire, apalagi kalau sudah dikaitkan dengan
fenomena-fenomena sosial-politik teraktual dan kontemporer, beruntunglah. Di
hadapan mahasiswa-mahasiswi baru, anda akan dianggap kakak yang kritis,
keren, top dan pantas untuk diajak berdiskusi dan ditanya-tanyai perihal tugas
kuliah. Namun, berikut saya akan sarankan, bahwa, di balik sosok kakak-kakak
ini, mereka sungguh tak layak buat jadi pilihan utama sebagai kandidat pasangan
hidup. Apa pasal? Setidaknya ada lima alasan yang akan saya kemukakan. Ini
berlaku baik bagi para lelaki, dan terutama bagi perempuan.
[Dalam judul
di atas, secara eksplisit sorotan utama diberikan langsung untuk para “marxis”.
Karena konon katanya, bagi para marxis, nama inilah yang paling berpengaruh dan
bersumbangsih dalam filsafat (anti-filsafat) dan teorisasi sejarah perkembangan
masyarakat. Ya iyalah. Sudah, terima saja. Saya tidak ingin terlebih dahulu
menjelaskan marxis itu seperti apa. Ya paling tidak dia akrab dengan ide-ide
Marx, tapi bukan berfoto depan tembok grafiti marx di sospol yah]
1.Memilih
pasangan hidup tentu adalah salah satu keputusan paling penting dalam hidup
anda. Dan, anda tidak boleh menyia-nyiakan kesempatan ini. Alasan pertama
mengapa anda seharusnya menghindari seorang Marxist adalah, mereka adalah
sekawanan orang yang paling apatis dan tidak ambil pusing dengan
persoalan-persoalan sosial yang sering di angkat dalam seminar-seminar atau
juga diskusi-diskusi pelataran yang biasa dihelat di kampus. Coba lihat
siapa-siapa sajakah yang paling sering mendengarkan ceramah akademik. Tidak ada
marxis di sana, saya tidak tahu persis kemana perginya para marxis ini. Mungkin
sedang berbelanja di gerai-gerai pusat perbelanjaan. Padahal seminar atau
diskusi mestinya jadi ladang bertukar pikiran dan keresahan. Diskusi saja
jarang atau tidak pernah, apalagi turun aksi. Seumur hidupnya di kampus para
marxis akan tetap alergi dengan yang namanya aksi demonstrasi. Ciut berorasi
depan pejabat pemerintahan, rektor atau barisan aparat. Padahal, demonstrasi
adalah bentuk paling sederhana dari perwujudan keresahan akan masalah
masyarakat menjadi suatu ekspresi di muka umum. Maka hindarilah para marxis
ini, mereka memang tidak punya kepedulian sosial. Bagaimana ia peduli dengan
pasangan hidup atau bahkan anak-anaknya jika sedari dini tidak dilatih untuk
terbiasa bersikap atas masalah.
2.Gaya hidup
seorang marxis sungguhlah boros, berlebihan dan foya-foya. Kita tak pernah
menemukan satu pun marxis yang hidup sederhana. Sifat boros apalagi jika masih
bergantung dengan orangtua tentu tidaklah bijak. Belum lagi, uangnya dihabiskan
untuk hal-hal yang kita tahu sama sekali tidak produktif. Coba tengok siapakah
yang rutin mengantri untuk tiket bioskop, duduk manis di starbucks, berbelanja
pakaian-pakaian mahal lebih dari yang mereka butuhkan. Ya, jawabannya mereka
lah para marxis kolot. Koleksi sepatu dan kaosnya lebih banyak dari buku yang
ada di raknya. Pasangan hidup yang seperti ini hanya akan menjebak anda ketika
banyak hal yang mendesak untuk dibiayai karena marxis kebanyakan terbiasa hidup
dalam situasi keberlimpahan. Mereka belum belajar pahitnya hidup bagi sebagian
besar orang dan menghargai harta benda sekecil-kecilnya.
3. Siapakah
yang lebih tengik dari barisan bajingan marxis dalam hal pertemanan. Mereka
sama sekali tidak punya rasa persaudaraan. Lingkaran pertemanan mereka amat
sempit, eksklusif dan penuh hitung-hitungan untung-rugi jika ingin berteman
dengan mereka. Anda tidak akan menjumpai definisi pertolongan dan kesukarelaan
dalam kamus mereka. Singkatnya, babi yang satu ini sangatlah asosial. Tidak
pernah mencicipi solidaritas dan kehangatan dalam bingkai kekeluargaan. Jangan
pernah harapkan meminta bantuan dari mereka kecuali ada hal yang dapat anda
berikan. Demikianlah prinsip hidup marxis yang bisa ditelusuri dari sel-sel
mereka. Keluarga yang bahagia mustahil lahir dari pria atau wanita dengan kadar
marxis seperti ini.
4.Terkhusus
bagi wanita, pria pemimpin keluarga yang baik bukanlah dari kalangan marxis.
Percayalah, seumur hidupnya marxis alergi dengan organisasi. Ia tidak pernah
punya pengalaman bekerjasama dengan orang-orang dari berbagai status sosial.
Tidak punya jiwa kepemimpinan dan terbiasa memahami psikologi massa. Hal ini
karena menurut mereka, kehidupan sosial hakikatnya adalah akumulasi dari hidup
sendiri-sendiri dan tak ada kaitannya satu sama lain. Dengan demikian
orang-orang seperti ini besar kemungkinan (kalau bukan mutlak), akan jadi
kepala rumah tangga yang atau tidak otoriter, maka gamang. Keputusannya jarang
mempertimbangkan banyak perspektif. Anak-anak dari ayah yang marxis akan jadi
asosial, persis seperti ayahnya. Melempem ketika diperhadapkan dengan tantangan
hidup bersama. Kolektifitas bukan bagian dari jati dirinya. Ya, seperti inilah
para pemikir marxis.
5.Para
marxis sama sekali tidak pernah memperjuangkan sesuatu dalam hidupnya.
Kehidupan yang ada saat ini adalah terberi dari langit dan manusia apalagi
keturunan marxis, tidak berhak melakukan apa-apa atas itu. Duduk berpangku
tangan adalah momen terindah dalam kehidupan a la marxis. Perjuangan adalah
sesuatu yang sia-sia dalam teori umat marxis sedunia. Lalu, bagaimana ia akan
memperjuangkan dengan gigih pasangan hidupnya dan kehidupan keluarganya jika
keringatnya tak pernah mengucur untuk berjuang untuk hal-hal kecil sekalipun.
Jadi,
masihkah pembaca sekalian menginginkan pasangan hidup seorang marxis? Sebaiknya
anda berpikir ulang, sambil membaca-baca biografi dan karya-karya intelektual
Karl Marx.
(15 Desember 2016)
Komentar
Posting Komentar
Terima kasih sudah berkunjung, berilah masukan yang positif :-)