Instagram(?), Twitter, Manchester United dan Kopi Lagi

Sudah terasa begitu lama semenjak terakhir kali saya menorehkan kata-kata dalam media blog. Sekalipun ada tugas yang mendesak untuk dikerjakan (sebut saja the Script), niat saya mendokumentasikan ingatan tak bisa surut.

Belakangan, saya jadi keranjingan buka aplikasi media sosial yang namanya Twitter. Bisa dibilang twitter sudah bukan lagi media sosial sih, pasalnya kebanyakan anak muda jaman now lebih girang main Instagram dan orang tua jaman dulu kala hingga now masih setia dengan Facebook (atau malah baru mulai gemar main FB). Alhasil akun-akun yang aktif di twitterland kebanyakan akun official dari organisasi, komunitas, institusi resmi dan terutama media berita. Hanya tersisa beberapa manusia saja yang masih betah jadi twitter society.

Meskipun demikian, saya bersyukur menjadi pengguna twitter (baru sejak awal 2017) masih ada manfaatnya, malah sangat lebih bermanfaat. Di twitter saya dengan mudah update perkembangan sepakbola eropa terutama liga inggris. Di twitter saya selalu tahu detil perkembangan klub jagoan saya Manchester United dalam hal preview pertandingan, kabar cedera pemain, ulasan pertandingan, sampai rutin membaca blog salah satu pemain favorit saya Juan Mata Garcia. Blognya yang bernama One Hour Behind biasanya selalu menerbitkan tulisan tiap hari senin setelah pertandingan-pertandingan bola di akhir pekan usai. “The Special Juan” menulis blognya dalam bahasa spanyol dan inggris, membuat para penggemarnya di spanyol maupun di seluruh dunia mudah mengerti “curhatan”-nya.

Sejak suka sama dia, twitter maksudnya, saya jadi niat untuk tidak main FB dan Instagram lagi. Alasan utama, yah karena menggunakan kedua medsos paling populer tersebut bisa menghabiskan banyak waktu. Scrolling timeline IG saja biasanya belum cukup untuk menjadi instagrammer yang haqiqi, haruslah dilengkapi dengan menengok instastory. Nah, fitur ini adalah fitur yang diterapkan dengan “mencontek” fitur medsos bernama Snapchat. Seingat saya, IG punya fitur story sejak bulan agustus atau September lalu, entahlah, saya agak lupa persisnya. Namun dengan fitur ini, anak-anak muda pengguna medsos (bahkan juga orang-orang tua) semakin rajin menginformasikan hal-hal penting di sekitar kehidupannya yang menarik itu, baik itu; santapan siang; lokasi berlibur; hobi; pacar; istri/suami; selingkuhan (astagfirullah); atau momen-momen langka yang datangnya hanya sekali seumur hidup, misalnya hujan di sore yang kelabu lantas sambil memutar lagu James Arthur ‘say you wont let go’.

Intinya, kebanyakan (tidak semua) pengguna IG hanya buang-buang waktu dengan mainan bernama Instagram ini. Tidak produktif dan hanya menghabiskan kuota. Atau yang lebih parah, pernah sekali saya baca artikel psikologi bahwa dampak negatif menggunakan Instagram bahkan bisa membuat menurunnya rasa kepercayaan diri atau yang lebih parah depresi. Ini disebabkan karena bagi banyak orang ada semacam “tuntutan” untuk membuat feeds IG yang bagus dan cantik. Nah, terutama karena banyak orang yang kurang puas dengan ciri-ciri fisik mereka ketika mengunggah gambar atau video di IG; terlalu gemuk; terlalu kurus; terlalu dekil; kurang putih; kurang bening, dan sebagainya. Di samping semua itu, sebenarnya yang paling terasa adalah kecanduan main IG bisa bikin banyak hal produktif tidak dikerjakan. Misalnya membaca buku, (kok) saya yakin, semakin sering seseorang nongol di IG, semakin kurang ia membaca buku. Termasuk saya yang masih mahasiswa, kan baca buku wajib hukumnya.

Dengan menimbang dan memperhatikan realita di atas, sembari menjadikannya sebuah pembelaan, saya memutuskan dan menetapkan (untuk sementara waktu), menghapus aplikasi Instagram (dan Facebook) dari hape saya. Saya cukup main Twitter saja.

Ngomong-ngomong soal Manchester United, musim kompetisi 2017–2018 sudah berjalan kira-kira tiga bulan. Selama tiga bulan ini sangat banyak hal yang saya saksikan dan amati. Pertama, tentu sebagai pendukung garis keras ‘Setan Merah’, musim ini MU (dibaca ‘emyu’ atau ‘men yu’, kalau salah baca jadinya Madura United) menampilkan performa yang menjanjikan di semua kompetisi. Di liga inggris, setelah sempat memimpin klasemen selama empat pekan pembuka, MU harus rela disalip “tetangga berisik” Manchester City yang kini di puncak klasemen dengan 28 poin (hanya sekali kehilangan poin, saat seri dengan Everton di pekan kedua). MU kini duduk di posisi kedua dengan mengoleksi 23 poin terpaut lima angka dengan the citizens akibat hasil seri dengan Liverpool dan Stoke, lalu kalah dengan klub promosi Huddersfield Town. Terlepas dari tiga pertandingan tersebut, MU tampil stabil dengan mengandaskan West Ham, Swansea, Leicester, Everton, Southampton, Crystal palace, dan Tottenham Hotspur. Hebatnya, MU empat kali melesakkan empat gol ke gawang lawan. Tidak hanya itu, gawang David De Gea juga menorehkan delapan clean-sheets dan baru kemasukan empat gol (paling sedikit di liga), ditambah belum pernah kebobolan di Old Trafford.*

Di pentas eropa, pagi tadi MU baru saja melanjutkan rekor sempurna empat kemenangan di fase grup liga champions, saat ini MU kokoh di puncak grup A dengan mengalahkan Benfica (dua kali), CSKA Moskow dan Basel.
Matchday keempat liga champions MU vs Benfica (sumber: twitter)

Musim ini saya juga masih melanjutkan rekor sempurna menyaksikan live pertandingan-pertandingan MU di semua kompetisi. Selain sepuluh pertandingan liga inggris dan empat pertandingan champions, saya juga menyaksikan dua kemenangan di piala liga melawan Burton Albion dan Swansea (via streaming) dan termasuk pertandingan kompetitif pertama melawan Real Madrid di ajang supercup (yang berakhir kemenangan buat skuat asuhan Zidane).

Sayang sekali saat ini banyak pemain MU yang dilanda cedera. Selain Zlatan dan Marcos Rojo yang memang sudah cedera sejak akhir musim lalu, kini daftar cedera ditambah dengan nama-nama seperti Pogba, Carrick dan Fellaini.

Mitos musim kedua Mourinho yang selalu memenangi liga nampaknya masih berkemungkinan besar berlanjut. Asalkan MU tampil konsisten dan disiplin sepanjang pertandingan-pertandingan berikutnya. City sangat bagus musim ini di bawah asuhan Guardiola yang sepertinya sudah menemukan bentuk permainan terbaiknya, ditambah dengan kedalaman skuat yang mumpuni hasil gelontoran uang sepanjang musim transfer. Di pentas eropa, kandidat juara sepertinya disematkan kepada tim-tim seperti PSG, City, dan tentu saja Barcelona dan Real Madrid. Sekalipun el real di awal musim ini masih payah. Tim-tim lain seperti Spurs, Roma dan Bayern juga tampil baik sejauh ini. Merekalah yang harus diwaspadai the Special One dan armadanya jika ingin mengembalikan trofi the big ears ke Manchester akhir musim nanti. Sudah agak lama sejak saya menyaksikan Rio dan Vidic memenangkan trofi tersebut. Ah, jadi rindu. Uwuwuwuuu.

Sekian dulu, saya mau mandi, pake parfum dan siap-siap beranjak ke Oryza buat ngopi-ngopi terpelajar lagi. Sambil lanjut menikmati playlist The Script.
.
.
Di permulaan bulan November. 2017.
*data dan fakta di atas sepenuhnya pake ingatan kepala, tidak liat web atau apapun, jadi maklum kalau ada yang meleset. Tapi saya pastikan semuanya akurat.

Komentar

Postingan Populer