Sedikit Memori Sepakbola Nasional
Sepakbola
sebagai permainan maupun tontonan, adalah satu dari beberapa hal yang
saya cintai sejak tumbuh sebagai anak sekolahan. Pengetahuan saya
tentang sepakbola nasional, jujur saja, nyatanya lebih sempit ketimbang
sepakbola eropa. Saya bisa menyebutkan dengan rinci peristiwa-peristiwa
penting yang terjadi dalam final liga champions eropa, ketimbang
memberikan gambaran sepakbola nasional. Dan, saya juga tidak punya
wawasan yang luas tentang klub sepakbola PSM Makassar. Sejak saya mulai
rutin mengikuti sepakbola nasional di medio 2000an, belum pernah saya
saksikan PSM meraih prestasi yang membanggakan. Di masa kompetisi liga
indonesia masih bernama Indonesia Super League yang
bersanding dengan kompetisi Copa Indonesia, Setahu saya PSM tampil
biasa-biasa saja. Klub seperti Persipura dan Sriwijaya-lah yang pada
masa itu tenar dan bergantian jadi juara liga.
Saya bahkan lupa siapa saja pemain-pemain PSM yang saat itu membela tim juku eja.
Hanya nama Julio Lopez yang muncul di ingatan, ditambah memori
kekalahan PSM oleh Persija di babak delapan besar liga indonesia yang
bahkan saya lupa itu terjadi di musim kompetisi kapan.
Tumbuh di
kota kecil bernama Benteng, di kabupaten paling selatan dari provinsi
Sulawesi Selatan, dan terpisah 250 kilometer dari kota Makassar, dan
berada dalam lingkaran pergaulan yang tidak menaruh perhatian pada
kompetisi sepakbola nasional, membuat saya tidak terlalu fanatik dengan PSM.
Bahkan seingat saya kala itu saya malah lebih menyukai Persipura dan
selalu menjagokan Persipura untuk menjuarai liga. Hal itu karena
Persipura menurut saya mempertontonkan sepakbola yang menghibur, lebih
baik daripada klub-klub besar lainnya, termasuk PSM.
Fanatisme
sepakbola nasional bagi saya sejak kecil hanya muncul tatkala tim
nasional Indonesia bertanding. Seperti apa? memori saya tentang timnas
penuh dengan kekecewaan. Di tahun 2007 misalnya, helatan akbar Piala
Asia di negara sendiri harus berakhir kekecewaan setelah timnas gagal
lolos grup neraka. Tergabung bersama Korea Selatan, Bahrain dan Arab
Saudi, timnas sempat melambungkan asa masyarakat Indonesia ketika
berhasil menumbangkan kesebelasan Bahrain 2–1. Namun, timnas setelah itu
keok oleh Korea dan Arab Saudi.
Tiga tahun kemudian, Piala AFF tahun 2010 adalah penampilan paling baik
yang dipertontonkan timnas yang pernah saya saksikan. Dimotori nama-nama
seperti Cristian Gonzales, Firman Untina, Irfan Bachdim dan Okto
Maniani, timnas tampil perkasa di babak grup dengan mencetak banyak gol.
Termasuk mengalahkan Malaysia 5–1 di pertandingan pembuka. Naas bagi
timnas, ketika sudah sampai pertandingan final yang harus digelar dua
kali di di Indonesia dan Malaysia, timnas malah seperti kehilangan daya
magisnya. Pertandingan leg pertama
di Malaysia berkesudahan 3–0 bagi tuan rumah, suatu skor yang telak dan
seakan memupus harapan Indonesia. Pertandingan ini juga menyisakan
momen-momen yang bagi banyak pendukung timnas dianggap tidak fair.
Yang paling heboh kiper Markus Horison yang mengalami gangguan berupa
cahaya senter selama pertandingan yang disinyalir berasal dari pendukung
Malaysia di stadion.
Pertandingan leg kedua
di GBK pun tak mampu membalikkan keadaan bagi timnas. Striker Malaysia
Safi Sali bahkan lebih dulu mencetak gol, sebelum dibalas dua kali oleh
Indonesia. Agregat 4–2 adalah suatu anti-klimaks dari perjuangan timnas
garuda kala itu. Itulah momen kekecewaan paling mengenaskan yang pernah
saya rasakan.
Sebagai
penggemar sepabola eropa, ada hasrat yang besar untuk melihat sepakbola
nasional yang juga hebat. Baik itu kompetisi antar klub maupun prestasi
tim nasional. Namun hingga kini kejayaan sepakbola nasional dan
cerita-cerita lama kompetisi liga masih susah payah untuk dikembalikan.
Sempat ada angin segar ketika Evan Dimas dkk beberapa tahun lalu
menjuarai Piala AFF U-19. Namun lagi-lagi cerita kekalahan lebih sering
dijumpai di sepakbola nasional.
Makassar, 8 November 2017.
—
ditulis di akhir musim kompetisi liga 1. PSM Makassar harus rela
kehilangan kesempatan juara setelah ditekuk Bali United 0–1 lewat gol
Lilipaly di menit akhir pertandingan. Makassar diliputi kesedihan.
Komentar
Posting Komentar
Terima kasih sudah berkunjung, berilah masukan yang positif :-)