Sedikit Cerita Tentang Tes Kejujuran yang Kululusi


Jadi kira-kira sebulan lalu, seperti biasa ibu saya mengirimkan sejumlah nominal uang ke rekening milik saya. Sialnya, kartu ATM yang sudah lima tahun saya gunakan sebagai alat penolong di kala butuh uang, pada saat itu kadaluarsa. Alhasil untuk kebutuhan waktu itu terpaksa saya meminjam uang adik saya. Mungkin memang sudah waktunya, ternyata ATM juga bisa kadaluarsa, bukan saja perasaan. Hiks.

Di Makassar saya sempat mengunjungi bank untuk menanyakan cara mengganti kartu ATM yang kadaluarsa. Katanya sih, kalau bikinnya di daerah, ya di daerah juga kalau mau urus kartunya. Ya sudah, saya memutuskan akan mengurus kalau sudah di berada di Benteng. Sebenarnya saya juga punya rekening lain yang kartu ATM nya masih berfungsi, tapi kan tidak mungkin membiarkan uang mengendap di rekening begitu saja (Iya, saya punya dua rekening meskipun belum punya penghasilan tetap, apadi’ hehehe).

Nah, beberapa hari lalu saya tiba di Benteng, empat hari berikutnya saya ke bank yang bersangkutan untuk meminta dibuatkan ATM yang baru. Saya diminta mengisi formulir dan beres sudah, tinggal menunggu dua-tiga hari, katanya. Hm okelah. Anyway, saya sebenarnya menilai cara pelayanan si customer service tidaklah profesional. Biasanya pegawai bank yang kita temui akan ramah dan murah senyum kepada nasabah, tapi kali ini tidak. Terkesan tidak senang melayani. Entahlah, saya juga tidak akan protes berlebihan, saya takut dikenakan pasal perbuatan tidak menyenangkan lalu dimintai ganti rugi ratusan juta, lalu muncul aksi kumpulkan koin selamatkan rial. Tidak, saya tidak ingin itu.

Dua hari berikutnya saya dengan optimis menuju bank tersebut. Berhubung ibu saya mengatakan malah kartu ATM ji yang diurus bisa ji sehari. Sesampainya di bank sekitar pukul dua siang, saya tidak melihat si customer service berada di kursi ia seharusnya berada. Saya pikir karna ini hari jumat, okelah, tidak apa-apa saya menunggu sejenak, mungkin dia (perempuan) masih solat duhur atau makan. Tapi setelah hampir sejam menunggu saya jadi agak gusar. Kata pak satpamnya pun dengan nada yang seolah-olah biasa saja, tanpa mempedulikan perasaan saya yang di-php, si customer servicenya masih istirahat. Dalam hati, “what the fuck, dia kan digaji untuk kerja, bisa-bisanya enteng-entengji bilang masih istirahat, lagipula ini sudah bukan jam istirahat”.

Menghela nafas…
Okelah singkat cerita, saya berhipotesa bahwa memang pelayanannya tidak profesional. Oke, tidak apa-apa saya menunggu tahun depan saja untuk mengurusnya. Lagipula hari itu memang sudah tanggal 31 desember. Bahkan di jumat itu, setelah sempat pulang karena sudah capek menunggu, saya kembali lagi ke bank setelah pukul tiga untuk mengecek siapa tahu sudah ada nona manis yang saya tunggu-tunggu sejak tadi. Ternyata tetap nihil. Ngomong-ngomong, memang ada dua meja customer service di situ, tapi yang ada orangnya cuma satu, dan berkas formulir saya katanya diurus sama customer service yang satunya.-__________________-.

Pagi hari ini saya, dengan perasaan yang tidak mengenakkan, menuju bank lagi. Nah, kali ini orangnya ada. Dengan penuh harap saya menghampiri dan menanyakan apa kabar kartu ku kodong. Tidak, tentu tidak seperti itu. Si customer service kali ini menyuruh saya menunggu dulu, kupikir okelah, karena memang ada banyak nasabah yang sibuk mengurus uangnya masing-masing. Hampir setengah jam saya melotot ke meja customer service berharap ia menatap saya juga dan mengerti betapa bosan dan jengkelnya saya dengan urusan duniawi yang satu ini. Sayang mata kami tak pernah berpapasan.

Tiba-tiba ia memanggil pak satpam, menyuruh menanyakan nama saya karna dia lupa, padahal sudah dia tanyakan, lalu pak satpam mengecek apakah sudah jadi kartu ATM saya. “astaga, daritadi kek suruki pak satpam kalo tinggal di cek jadi ato nda, subhanallah”. Sudah, ini bukan hipotesa, sudah kesimpulan kalau memang tidak profesional. Dan hasilnya saudara-saudari sekalian, adalah, belum jadi, Yeaay. Fuck -_____-. “Memang biasanya lama pak, bahkan kadang tiga minggu, tunggu-tunggu meki”. Apa-apaan, kemarin dia bilang dua hari. Subhanallah. Saya sudah jengkel sekali, langsung pulang.

Siangnya, saya memutuskan langsung saja menarik uang tunai di teller bank. Saya ingin segera menyudahi permainan ini. Wkwkwk. Setelah solat duhur, saya menuju bank. Yah, sial lagi, saat itu mati lampu, tapi tidak terlalu lama. Kali ini urusan pasti selesai, pikirku. Setelah menulis nominal di kertas slip penarikan, si teller yang kali ini saya akui ramah, juga elok rupa, menyodorkan sejumlah uang sambil bercakap-cakap dengan pegawai lain di samping saya. Saya hitung ulang dua kali, uangnya lebih seratus ribu.

Nah, dalam momen yang cepat ini, sekian detik, saya memutuskan memberitahu si teller kalau hitungannya salah. Uang yang saya pegang ini lebih. Sempat terbersit sepersekian detik di benak saya untuk mengambilnya. Tapi akhirnya naluri berbicara, saya jujur dan mengembalikannya. Padahal di perjalanan pulang saya memikirkan bahwa kalaupun saya diam saja dan berlalu dengan hitungan si teller yang salah, toh uang seratus ribu tadi bukan jadi kerugian si teller maupun nasabah lain. Iya, ruginya ditanggung bank dan tak seberapa juga. Saya jadi agak menyesal. Hahahaha. Tapi setidaknya hari ini saya bersyukur, meskipun ditempa dengan proses yang membuat hati dongkol, secara naluriah saya masih orang yang jujur. Saya lulus tes kejujuran hari ini :)

[Rabu, 4 Januari 2017]

Komentar

Postingan Populer